Di antara unsur-unsur pokok dalam ukhuwwah adalah mahabbah (kecintaan). Adapun tingkatan mahabbah yang paling rendah adalah bersihnya hati (salamush shadr) dari perasaan hasud, membenci, dengki dan sebab-sebab permusuhan dan pertengkaran.
Al Qur'an menganggap permusuhan dan saling membenci itu sebagai siksaan yang dijatuhkan (oleh Allah) terhadap orang-orang yang kufur terhadap risalah-Nya dan menyimpang dari ayat-ayat-Nya. Sebagaimana firman Allah SWT:
"Dan di antara orang-orang yang mengatakan, "Sesungguhnya kami ini orang-orang Nasrani, telah kami ambil perjanjian mereka, tetapi mereka (sengaja) melupakan sebagian dari apa yang mereka telah diberi peringatan dengannya; maka Kami timbulkan di antara mereka permusuhan dan kebencian sampai hari kiamat. Dan kelak Allah akan memberitakan kepada mereka apa yang selalu mereka kerjakan." (Al Maidah: 14)
Al Qur'an telah berbicara tentang khamr dan judi yang keduanya termasuk dosa besar yang mencelakakan dalam pandangan Islam. Sebagai alasan pertama diharamkannya adalah menimbulkan permusuhan dan kebencian dalam masyarakat, betapa pun keduanya berbahaya dari sisi yang lainnya yang juga tidak bisa disembunyikan, Allah SWT berfirman:
"Sesungguhnya syetan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu lantaran (meminum) khamr dan berjudi itu, dan menghalangi kamu dari mengingat Allah dan shalat, maka berhentilah kamu (dari mengerjakan pekerjan itu). (Al Maidah: 91)
Di dalam hadits penyakit-penyakit itu disebut sebagai "Penyakit Ummat (Da'ul Umam). Di kesempatan lain Rasulullah juga menamakannya sebagai "Perusak" (Al Haliqah). Yaitu yang merusak agama, bukan merusak (memotong) rambut, disebabkan bahayanya bagi kesatuan jamaah dan keterkaitannya dengan sisi materi dan moral. Rasulullah SAW bersabda:
"Maukah kamu saya tunjukkan amal yang lebih utama derajatnya daripada derajat shalat, puasa dan sedekah? Yaitu memperbaiki hubungan antar dua orang (yang berselisih), sesungguhnya rusaknya hubungan itulah yang merusak (memutuskan)." (HR. Abu Dawud dan Tirmidzi)
"Telah merata kepadamu penyakit ummat terdahulu, "Itulah hasud dan kebencian, sementara kebencian itulah yang merusak, saya tidak mengatakan 'merusak (memotong) rambut' tetapi merusak agama." (HR. Al Bazzar)
"Pintu-pintu surga itu dibuka pada hari Senin dan Kamis, maka diampuni pada tiap hamba yang tidak syirik kepada Allah, kecuali seseorang yang antara dia dengan saudaranya terjadi permusuhan, maka dikatakan, "Lihatlah kedua orang itu!," hingga mereka berdamai, (disampaikan tiga kali)" (HR. Muslim).
Dalam hadits lain Rasulullah SAW bersabda:
"Tidak halal bagi seorang Muslim mendiamkan saudaranya selama tiga hari, yang apabila saling bertemu maka ia berpaling, dan yang terbaik di antara keduanya adalah yang memulai dengan ucapan salam." (HR. Bukhari Muslim)
"Ada tiga orang yang shalatnya tidak diangkat di atas kepala sejengkal pun, "Seseorang yang mengimami suatu kaum, sedangkan kaum itu membencinya, dan wanita yang diam semalam suntuk sedang suaminya marah ke.padanya, dan dua saudara yang memutus hubungan di antara keduanya." (HR. Ibnu Majah)
Sesungguhnya suasana benci dan permusuhan adalah suasana yang busuk yang tidak menyenangkan, saat itulah syetan bisa menjual dagangannya dengan laris, seperti berburuk sangka, mencari-cari kesalahan orang lain, ghibah (membicarakan aib orang lain), mengadu domba, berkata bohong dan mencari serta melaknat, sampai pada tingkatan saling membunuh di antara saudara. Ini adalah suatu bahaya yang diperingatkan oleh Rasulullah SAW dan dianggap sebagai sisa kejahiliyahan, Nabi SAW bersabda:
"Janganlah kamu kembali menjadi kafir setelahku, (yaitu) dengan memukul sebagian di antara kamu terhadap leher yang lain." (HR. Bukhari dan Muslim)
Nabi SAW juga bersabda:
"Mencaci maki seorang Muslim itu suatu kefasikan, dan membunuhnya adalah suatu kekufuran." (HR. Bukhari-Muslim)
Oleh karena itu memperbaiki hubungan saudara adalah termasuk amal ibadah yang paling mulia. Allah SWT berfirman:
"Sesungguhnya orang-orang mukmin adalah bersaudara karena itu damaikanlah antara dua saudaramu dan bertaqwalah kepada Allah supaya kamu mendapat rahmat" (Al Hujuraat: 10)
"Bertaqwalah kepada Allah dan perbaikilah hubungan di antara sesamamu, dan taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya jika kamu adalah orang-orang yang beriman." (Al Anfal: 1)
"Tidak ada kebaikan pada kebanyakan bisikan-bisikan mereka, kecuali bisikan-bisikan dan orang yang menyuruh (manusia) memberi sedekah, atau berbuat ma 'ruf, atau mengadakan perdamaian di antara manusia. Dan barangsiapa yang berbuat demikian karena mencari keridhaan Allah, maka kelak Kami memberi kepadanya pahala yang besar." (An-Nisa': 114)
Bahkan syari'at telah memberikan bagian tersendiri dari hasil zakat untuk orang-orang yang memiliki hutang dalam memperbaiki hubungan di antara mereka. Untuk membantu mereka agar dapat melakukan kemuliaan ini yang semula dilakukan oleh orang-orang yang berjiwa besar dan memiliki cita-cita yang luhur (tinggi). Maka mereka itulah yang menanggung denda dan hutang para kabilah yang sedang bertengkar. meskipun mereka sendiri tidak memiliki harta secara leluasa.
Karena pentingnya memperbaiki hubungan antara dua fihak, maka Rasulullah SAW memberikan rukhsah (keringanan) terhadap orang yang melakukan perbaikan hubungan untuk tidak selalu dalam kejujuran yang sempurna dalam menentukan sikap pada masing-masing dari dua kelompok (pihak). Sehingga ia bisa (dibolehkan) memindahkan sebagian kata-kata sebagaimana dikatakan, yang telah menyalakan api permusuhan dan tidak memadamkannya, maka tidaklah mengapa dengan sedikit memperindah atau sedikit berdiplomasi (tauriyah). Rasulullah SAW bersabda:
"Bukanlah pembohong orang yang memperbaiki (mendamaikan) antara dua orang, lalu ia berkata dengan baik atau menambahi lebih baik. (HR. Ahmad)
Yang lebih tinggi dari tingkatan salaamatush shadr (bersihnya hati) dari rasa dengki dan permusuhan adalah tingkatan yang diungkapkan dalam hadits shahih sebagai berikut:
"Tidak sempurna iman seseorang di antara kamu sehingga ia mencintai saudaranya seperti mencintai dirinya sendiri." (HR. Muttafaqun 'Alaih)
Berarti dengan demikian maka ia juga membenci segala sesuatu yang menimpa atas saudaranya sebagaimana ia membenci sesuatu itu menimpa dirinya. Maka jika ia senang jika dirinya memperoleh kemakmuran hidup maka ia juga menginginkan demikian itu terhadap orang lain. Dan jika ia menginginkan mendapat kemudahan dalam kehidupan berkeluarga(nya), maka ia juga menginginkan hal itu diperoleh orang lain. Dan jika ia ingin anak-anaknya menjadi cerdas, maka ia juga menginginkan hal yang sama untuk orang lain. Dan jika !a menginginkan untuk tidak disakiti baik ketika berada di rumah atau ketika sedang bepergian, maka begitu pula ia menginginkan kepada seluruh manusia. Dengan demikian ia menempatkan saudaranya seperti dirinya dalam segala sesuatu yang ia cintai dan ia benci.
*sumber Al-Qardhawy*
Tidak ada komentar:
Posting Komentar