20 Desember 2011
Wanita Bekerja (untuk ukhti muslimah)
Banyak persoalan yang dialami oleh para wanita - ibu rumah tangga yang bekerja di luar rumah, seperti bagaimana mengatur waktu dengan suami dan anak hingga mengurus tugas-tugas rumah tangga dengan baik. Ada yang bisa menikmati peran ganda-nya, namun ada yang merasa kesulitan hingga akhirnya persoalan-persoalan rumit kian berkembang dalam hidup sehari-hari Nah, jika dengan bekerja – ternyata mendatangkan problem yang cukup memusingkan, maka pertanyaannya, apakah manfaatnya jika seorang ibu pergi bekerja mencari nafkah di luar rumah? Tulisan berikut ini akan mengupas masalah yang sering dihadapi oleh para ibu yang bekerja, dengan tidak lupa memberikan beberapa alternatif solusi yang dapat diterapkan dalam kehidupan nyata sehari-hari.
Sumber Masalah
Sejak jaman dahulu hingga kini, persoalan yang dihadapi oleh kaum ibu yang bekerja di luar rumah sepertinya tidak jauh berbeda. Berbagai hambatan dan kesulitan yang mereka alami dari masa ke masa, berasal dari sumber-sumber yang sama. Faktor-faktor yang biasanya menjadi sumber persoalan bagi para ibu yang bekerja dapat diberdakan sebagai berikut:
1. Faktor Internal
Yang dimaksud dengan faktor internal adalah persoalan yang timbul dalam diri pribadi sang ibu tersebut. Ada di antara para ibu yang lebih senang jika dirinya benar-benar hanya menjadi ibu rumah tangga, yang sehari-hari berkutat di rumah dan mengatur rumah tangga. Namun, keadaan “menuntut” nya untuk bekerja, untuk menyokong keuangan keluarga. Kondisi tersebut mudah menimbulkan stress karena bekerja bukanlah timbul dari keinginan diri namun seakan tidak punya pilihan lain demi membantu ekonomi rumah tangga. Biasanya, para ibu yang mengalami masalah demikian, cenderung merasa sangat lelah (terutama secara psikis), karena seharian “memaksakan diri” untuk bertahan di tempat kerja.
Selain itu ada pula tekanan yang timbul sebagai akibat dari pelaksanaan peran ganda itu sendiri. Memang, kemampuan “manajemen waktu dan rumah tangga” merupakan salah satu kesulitan yang paling sering dihadapi oleh para ibu bekerja. Mereka harus dapat memainkan peran mereka sebaik mungkin baik di tempat kerja maupun di rumah. Mereka sadar, mereka harus bisa menjadi ibu yang sabar dan bijaksana untuk anak-anak – serta menjadi istri yang baik bagi suami serta menjadi ibu ruman tangga yang bertanggung jawab atas keperluan dan urusan rumah tangga. Di tempat kerja, mereka pun mempunyai komitmen dan tanggung jawab atas pekerjaan yang dipercayakan pada mereka hingga mereka harus menunjukkan prestasi kerja yang baik. Sementara itu, dari dalam diri mereka pun sudah ada keinginan ideal untuk berhasil melaksanakan kedua peran tersebut secara proporsional dan seimbang.
Namun demikian kenyataan ideal tersebut cukup sulit untuk dicapai karena beberapa faktor, misalnya pekerjaan di kantor sangat berat, sedangkan suami di rumah kurang bisa “bekerja sama” untuk ikut menyelesaikan pekerjaan rumah, sementara anak-anak juga menuntut perhatian dirinya. Akhirnya, sang ibu tersebut akan merasa sangat lelah karena dirinya merasa dituntut untuk terus memberi dan memenuhi kebutuhan orang lain. Belum lagi, jika ternyata suami dan anak-anak merasa “kurang mendapat perhatian”, tidak heran jika lama kelamaan dirinya mulai dihinggapi depresi, karena merasa tidak bisa membahagiakan keluarganya.
2. Faktor Eksternal a. Dukungan suami Dukungan suami dapat diterjemahkan sebagai sikap-sikap penuh pengertian yang ditunjukkan dalam bentuk kerja sama yang positif, ikut membantu menyelesaikan pekerjaan rumah tangga, membantu mengurus anak-anak serta memberikan dukungan moral dan emosional terhadap karir atau pekerjaan istrinya. Di Indonesia, iklim paternalistik dan otoritarian yang sangat kuat, turut menjadi faktor yang membebani peran ibu bekerja, karena masih terdapat pemahaman bahwa pria tidak boleh mengerjakan pekerjaan wanita, apalagi ikut mengurus masalah rumah tangga. Masalah rumah tangga adalah kewajiban sepenuhnya seorang istri. Masalah yang kemudian timbul akibat bekerjanya sang istri, sepenuhnya merupakan kesalahan dari istri dan untuk itu ia harus bertanggung jawab menyelesaikannya sendiri.
Keadaan tersebut, akan menjadi sumber tekanan yang berat bagi istri, sehingga ia pun akan sulit merasakan kepuasan dalam bekerja. Kurangnya dukungan suami, membuat peran sang ibu di rumah pun tidak optimal (karena terlalu banyak yang masih harus dikerjakan sementara dirinya juga merasa lelah sesudah bekerja) – akibatnya, timbul rasa bersalah karena merasa diri bukan ibu dan istri yang baik.
b. Kehadiran anak
Masalah pengasuhan terhadap anak, biasanya dialami oleh para ibu bekerja yang mempunyai anak kecil/balita/batita. Semakin kecil usia anak, maka semakin besar tingkat stress yang dirasakan. Rasa bersalah karena meninggalkan anak untuk seharian bekerja, merupakan persoalan yang sering dipendam oleh para ibu yang bekerja. Apalagi jika pengasuh yang ada tidak dapat diandalkan/dipercaya, sementara tidak ada famili lain yang dapat membantu.
c. Masalah pekerjaan
Pekerjaan, bisa menjadi sumber ketegangan dan stress yang besar bagi para ibu bekerja. Mulai dari peraturan kerja yang kaku, bos yang tidak bijaksana, beban kerja yang berat, ketidakadilan yang dirasakan di tempat kerja, rekan-rekan yang sulit bekerja sama, waktu kerja yang sangat panjang, atau pun ketidaknyamanan psikologis yang dialami akibat dari problem sosial-politis di tempat kerja. Situasi demikian akan membuat sang ibu menjadi amat lelah, sementara kehadirannya masih sangat dinantikan oleh keluarga di rumah. Kelelahan psikis dan fisik itu lah yang sering membuat mereka sensitif dan emosional, baik terhadap anak-anak maupun terhadap suami. Keadaan ini biasanya makin intens, kala situasi di rumah tidak mendukung – dalam arti, suami (terutama) dan anak-anak (yang sudah besar) kurang bisa bekerja sama untuk mau “gantian” melayani dan membantu sang ibu, atau sekedar meringankan pekerjaan rumah tangga.
3. Faktor Relasional
Dengan bekerjanya suami dan istri, maka otomatis waktu untuk keluarga menjadi terbagi. Memang, penanganan terhadap pekerjaan rumah tangga bisa diselesaikan dengan disediakannya pengasuh serta pembantu rumah tangga. Namun demikian, ada hal-hal yang sulit dicari substitusinya, seperti masalah kebersamaan bersama suami dan anak-anak. Padahal, kebersamaan bersama suami dalam suasana rileks, santai dan hangat merupakan kegiatan penting yang tidak bisa diabaikan, untuk membina, mempertahankan dan menjaga kedekatan relasi serta keterbukaan komunikasi satu dengan yang lain. Tidak jarang, kurangnya waktu untuk keluarga, membuat seorang ibu merasa dirinya tidak bisa berbicara secara terbuka dengan suaminya, bertukar pikiran, mencurahkan pikiran dan perasaan, atau merasa suaminya tidak lagi bisa mengerti dirinya, dan akhirnya merasa asing dengan pasangan sendiri sehingga mulai mencari orang lain yang dianggap lebih bisa mengerti, dsb. Ini lah yang bisa membuka peluang terhadap perselingkuhan di tempat kerja.
Motivasi
Apakah yang sebenarnya melandasi tindakan para ibu tersebut untuk bekerja di luar rumah, atau motif-motif apa saja yang mendasari kebutuhan mereka untuk bekerja di luar rumah, hingga mereka mau menghadapi berbagai resiko atau pun konsekuensi yang bakal dihadapi. Berikut ini adalah beberapa diantaranya:
1. Kebutuhan finansial Seringkali kebutuhan rumah tangga yang begitu besar dan mendesak, membuat suami dan istri harus bekerja untuk bisa mencukupi kebutuhan sehari-hari. Kondisi tersebut membuat sang istri tidak punya pilihan lain kecuali ikut mencari pekerjaan di luar rumah, meskipun “hati” nya tidak ingin bekerja.
2. Kebutuhan sosial-relasional
Ada pula ibu-ibu yang tetap memilih untuk bekerja, karena mempunyai kebutuhan sosial-relasional yang tinggi, dan tempat kerja mereka sangat mencukupi kebutuhan mereka tersebut. Dalam diri mereka tersimpan suatu kebutuhan akan penerimaan sosial, akan adanya identitas sosial yang diperoleh melalui komunitas kerja. Bergaul dengan rekan-rekan di kantor, menjadi agenda yang lebih menyenangkan dari pada tinggal di rumah. Faktor psikologis seseorang serta keadaan internal keluarga, turut mempengaruhi seorang ibu untuk tetap mempertahankan pekerjaannya.
3. Kebutuhan aktualisasi diri
Abraham Maslow pada tahun 1960 mengembangkan teori hirarki kebutuhan, yang salah satunya mengungkapkan bahwa manusia mempunyai kebutuhan akan aktualisasi diri, dan menemukan makna hidupnya melalui aktivitas yang dijalaninya. Bekerja adalah salah satu sarana atau jalan yang dapat dipergunakan oleh manusia dalam menemukan makna hidupnya. Dengan berkarya, berkreasi, mencipta, mengekspresikan diri, mengembangkan diri dan orang lain, membagikan ilmu dan pengalaman, menemukan sesuatu, menghasilkan sesuatu, serta mendapatkan penghargaan, penerimaan, prestasi – adalah bagian dari proses penemuan dan pencapaian kepenuhan diri. Kebutuhan akan aktualiasai diri melalui profesi atau pun karir, merupakan salah satu pilihan yang banyak diambil oleh para wanita di jaman sekarang ini – terutama dengan makin terbukanya kesempatan yang sama pada wanita untuk meraih jenjang karir yang tinggi.
Bagi wanita yang sejak sebelum menikah sudah bekerja karena dilandasi oleh kebutuhan aktualisasi diri yang tinggi, maka ia akan cenderung kembali bekerja setelah menikah dan mempunyai anak. Mereka merasa bekerja dan pekerjaan adalah hal yang sangat bermanfaat untuk memenuhi kebutuhan aktualisasi diri, menyokong sense of self dan kebanggaan diri – selain mendapatkan kemandirian secara finansial.
4. Lain-lain
Pada beberapa kasus, ada pula ibu bekerja yang memang jauh lebih menyukai dunia kerja ketimbang hidup dalam keluarga. Mereka merasa lebih rileks dan nyaman jika sedang bekerja dari pada di rumah sendiri. Dan pada kenyataannya, mereka bekerja agar dapat pergi dan menghindar dari keluarga. Kasus ini memang dilandasi oleh persoalan psikologis yang lebih mendalam, baik terjadi di dalam diri orang yang bersangkutan maupun dalam hubungan antara anggota keluarga.
Manfaat Bekerja Bagi Wanita
Bagaimana pun juga, kerja mempunyai manfaat positif baik bagi sang ibu bekerja maupun bagi keluarga. Beberapa segi positifnya adalah :
1. Mendukung ekonomi rumah tangga Dengan bekerja nya sang ibu, berarti sumber pemasukan keluarga tidak hanya satu, melainkan dua. Dengan demikian, pasangan tersebut dapat mengupayakan kualitas hidup yang lebih baik untuk keluarga, seperti dalam hal : gizi, pendidikan, tempat tinggal, sandang, liburan dan hiburan, serta fasilitas kesehatan
2. Meningkatnya harga diri dan pemantapan identitas
Bekerja, memungkinkan seorang wanita mengekspresikan dirinya sendiri, dengan cara yang kreatif dan produktif, untuk menghasilkan sesuatu yang mendatangkan kebanggaan terhadap diri sendiri, terutama jika prestasinya tersebut mendapatkan penghargaan dan umpan balik yang positif. Melalui bekerja, wanita berusaha menemukan arti dan identitas dirinya; dan pencapaian tersebut mendatangkan rasa percaya diri dan kebahagiaan.
3. Relasi yang sehat dan positif dengan keluarga
Wanita yang bekerja, cenderung mempunyai ruang lingkup yang lebih luas dan bervariasi, sehingga cenderung mempunyai pola pikir yang lebih terbuka, lebih energik, mempunyai wawasan yang luas dan lebih dinamis. Dengan demikian, keberadaan istri bisa menjadi partner bagi suami, untuk menjadi teman bertukar pikiran, serta saling membagi harapan, pandangan dan tanggung jawab.
4. Pemenuhan kebutuhan sosial
Setiap manusia, termasuk para ibu, mempunyai kebutuhan untuk menjalin relasi sosial dengan orang lain. Dengan bekerja, seorang wanita juga dapat memenuhi kebutuhan akan “kebersamaan” dan untuk menjadi bagian dari suatu komunitas. Bagaimana pun juga, sosialisasi penting bagi setiap orang untuk mempunyai wawasan dan cara berpikir yang luas, untuk meningkatkan kemampuan empati dan kepekaan sosial – dan yang terpenting, untuk dapat menjadi tempat pengalihan energi secara positif, dari berbagai masalah yang menimbulkan tekanan/stress, entah masalah yang sedang dialami dengan suami, anak-anak maupun dalam pekerjaan. Dengan sejenak bertemu dengan rekan-rekan, mereka dapat saling sharing, berbagi perasaan, pandangan dan solusi.
5. Peningkatan skill dan kompetensi
Dengan bekerja, maka seorang wanita harus bisa menyesuaikan diri dengan tuntutan, baik tuntutan tanggung jawab maupun tuntutan skill dan kompetensi. Untuk itu, seorang wanita dituntut untuk secara kreatif menemukan segi-segi yang bisa dikembangkan demi kemajuan dirinya. Peningkatan skill dan kompetensi yang terus menerus akan mendatangkan “nilai lebih” pada dirinya sebagai seorang karyawan, selain rasa percaya diri yang mantap.
Beberapa Hasil Penelitian
Di bawah ini akan diungkapkan beberapa hasil penelitian menyangkut situasi-situasi keluarga yang keduanya (suami dan istri) sama-sama bekerja
1. Kepuasan Hidup
Studi tentang kepuasan hidup wanita bekerja yang pernah dilakukan oleh Ferree (1976) menunjukkan, bahwa wanita yang bekerja menunjukkan tingkat kepuasan hidup sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan wanita yang tidak bekerja, meski ada beberapa faktor lain yang ikut menentukan.
2. Kebahagiaan Perkawinan
Hasil penelitian Freudiger, P. (1983), yang dimuat dalam Journal of Marriage and the Family, 45, 213 – 219 – tentang ukuran kebahagiaan hidup wanita yang sudah menikah, ditinjau dari 3 kategori : wanita bekerja, wanita pernah bekerja dan wanita yang belum pernah bekerja, menunjukkan bahwa bagi para istri dan ibu bekerja, kebahagiaan perkawinan adalah tetap menjadi hal yang utama, dibandingkan dengan kepuasan kerja.
Studi lain masih menyangkut kebahagiaan kehidupan para ibu bekerja, yang dilakukan oleh Walters dan McKenry (1985) menunjukkan, bahwa mereka cenderung merasa bahagia selama para ibu bekerja tersebut dapat mengintegrasikan kehidupan keluarga dan kehidupan kerja secara harmonis. Jadi, adanya konflik peran yang dialami oleh ibu bekerja, akan menghambat kepuasan dalam hidupnya. Perasaan bersalah (meninggalkan perannya sementara waktu sebagai ibu rumah tangga) yang tersimpan, membuat sang ibu tersebut tidak dapat menikmati peran-nya dalam dunia kerja.
3. Dukungan Suami
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Jones dan Jones (1980) terungkap bahwa sikap suami merupakan faktor yang penting dalam menentukan keberhasilan dual-career marriage. Suami yang merasa terancam, tersaingi dan cemburu dengan status “bekerja” istrinya, tidak bisa bersikap toleran terhadap keberadaan istri yang bekerja. Ada pula suami yang tidak menganggap pekerjaan istri menjadi masalah, selama istrinya tetap dapat memenuhi dan melayani kebutuhan suami. Namun ada pula suami yang justru mendukung karir istrinya, dan ikut bekerja sama dalam mengurusi pekerjaan rumah tangga sehari-hari. Dalam kondisi yang terakhir ini, pada umumnya sang istri akan lebih dapat merasakan kepuasan dan kebahagiaan dalam hidup, keluarga dan karirnya
Pada sebuah penelitian yang dilakukan oleh Scanzoni (1980) diungkapkan bahwa perkawinan dual-career dikatakan berhasil jika di antara kedua belah pihak (suami dan istri) saling memperlakukan pasangannya sebagai partner yang setara. Pada umumnya, mereka tidak hanya akan berbagi dalam hal income, namun tidak segan-segan berbagi dalam urusan rumah tangga dan mengurus anak.
Beberapa Kiat
1. Manajemen Waktu
Manajemen waktu adalah strategi penting yang perlu diterapkan oleh para ibu bekerja untuk dapat mengoptimalkan perannya sebagai ibu rumah tangga, istri dan sekaligus karyawati. Untuk itu ada beberapa anjuran yang bisa dipraktekkan :
a. Tentukan dan tetapkan tujuan Anda dalam bekerja.
Apakah yang menjadi motivasi dan tujuan Anda dalam bekerja? Apakah untuk mendapatkan income atau lebih berorientasi pada karir. Lanjutkan dengan hal-hal yang menjadi konsekuensi dari tujuan Anda bekerja, misalnya : seberapa jauhkah Anda ingin melibatkan diri pada pekerjaan dan berapa lama waktunya? apakah Anda tetap menginginkan akhir minggu bersama keluarga ? Pekerjaan macam apakah yang Anda inginkan, full-time atau part-time? Sesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan Anda beserta keluarga.
b. Tetapkan prioritas Anda
Dengan menetapkan prioritas Anda, Anda dapat mulai menentukan jenis dan porsi aktivitas untuk masing-masing peran (sebagai istri, ibu dan karyawan). Misalnya, Anda dapat menetapkan jadwal kegiatan Anda mulai dari pagi hingga malam dan sambil memberi fokus pada hal-hal tertentu yang menjadi target prioritas Anda dalam hidup. Misalnya, meskipun Anda bekerja, namun sepulang kerja Anda harus menyediakan waktu yang berkualitas baik untuk anak maupun suami. Susun agenda agar Anda dapat mengatur kegiatan secara lebih sistematis dan efisien.
c. Delegasikan beberapa tugas (baik tugas kantor maupun tugas rumah) kepada orang lain. Delegasikan beberapa pekerjaan pada orang lain, untuk dapat mengefisienkan pekerjaan Anda dan membuat Anda dapat meluangkan lebih banyak waktu untuk keluarga. Pendelegasian pekerjaan, membuat Anda akan merasa lebih rileks dan dapat memfokuskan diri pada pekerjaan yang betul-betul harus Anda sendiri yang mengerjakan. Jika pekerjaan terlalu padat, pastikan Anda mendelegasikan pekerjaan rumah tangga secara rinci pada pembantu rumah tangga. Pastikan pula, bahwa anak Anda berada dalam pengasuhan orang yang dapat dipercaya dan diandalkan, misalnya menitipkan pada orang tua.
Pendelegasian beberapa pekerjaan rumah tangga pun bermanfaat bagi Anda agar Anda tidak terlalu lelah dibebani pekerjaan sehari-hari sehingga kurang dapat menyediakan waktu yang berkualitas untuk anak dan suami (terlalu sibuk membereskan pekerjaan rumah)
2. Manajemen Keluarga
Berperan ganda, membutuhkan komitmen yang tinggi baik sebagai karyawan/profesional maupun sebagai ibu. Jika di rumah, seorang ibu akan dituntut komitmennya untuk memberikan perhatian pada anggota yang lain, seperti suami dan anak sementara tidak melupakan pula tanggung jawab rumah tangga. Untuk itu, mempekerjakan pembantu rumah tangga akan sangat membantu meringankan pekerjaan rutin Anda. Dengan demikian, sepulang kerja atau pun waktu libur Anda dapat lebih rileks, punya waktu untuk bersantai bersama keluarga dan bahkan berkomunikasi secara intensif dengan suami dan anak-anak.
Bagi pasangan yang mempunyai anak relatif lebih besar, dapat ditanamkan pengertian pada mereka untuk ikut membantu mengelola tugas rumah tangga sehari-hari. Ajarkan prinsip kerja sama dan tanggung jawab sejak dini pada anak, agar ia terbiasa bersikap mandiri, berinisiatif dan dapat diandalkan.
Jika anak masih kecil, upayakan untuk menyediakan pengasuh yang baik, bertanggung jawab dan dapat dipercaya oleh Anda dalam mengasuh anak ketika Anda pergi bekerja. Alangkah baiknya jika ada anggota keluarga lain seperti orang tua, adik atau kakak yang dapat dimintai pertolongan menjaga, mengawasi dan menemani anak Anda. Mekanisme tersebut tidak ada salahnya digunakan, terutama karena Anda sendiri pada waktu-waktu tertentu membutuhkan quality time bersama suami, entah sekedar makan malam berdua atau pergi jalan-jalan – agar antara Anda dengan suami, meskipun sama-sama sibuk, tetap dapat mendekatkan hati demi memelihara dan mempertahankan keharmonisan perkawinan.
3. Manajemen Pekerjaan Untuk mengusahakan quality time bersama keluarga, Anda perlu bersikap lebih efisien dan produktif dalam pekerjaan. Makin Anda tidak efisien dan produktif, makin banyak pekerjaan yang tertunda dan makin Anda malas untuk menyelesaikannya, hingga menghambat hubungan Anda dengan keluarga. Meskipun sudah di rumah, pikiran Anda melayang ke kantor/pekerjaan dan Anda jadi tegang terus mengingat deadline yang sudah dekat. Akibatnya, Anda stress dan sensitif terhadap anak-anak dan suami. Jadi, manajemen keluarga yang baik, dipengaruhi pula oleh manajemen waktu dan produktivitas yang baik di tempat kerja. Seperti yang telah diungkap sebelumnya, jika mungkin, delegasikan beberapa pekerjaan yang dapat Anda berikan pada orang lain agar waktu kerja Anda lebih efisien dan produktivitas Anda pun maksmimal.
4. Manajemen Diri
Untuk bisa mengatur diri sendiri, Anda perlu mengenali diri sendiri. Kenalilah, seberapa tinggi tingkat toleransi Anda terhadap stress dan hal-hal apa saja yang dapat membuat Anda stress. Hindarkan tindakan-tindakan atau kegiatan yang hanya akan menambah persoalan, dan rubahlah cara berpikir irrasional yang mengganggu kenyamanan hidup Anda. Dari pada memikirkan hal-hal yang negatif, mengkhawatirkan hal-hal yang belum pasti, lebih baik jika Anda sudah mulai stress karena overload atau kelelahan, istirahatlah sejenak ! Ambillah waktu bersantai, untuk melakukan kegiatan dan hobi yang Anda suka, misalnya berenang, membaca buku, bersantai di rumah, mengunjungi teman lama, pergi ke tempat wisata – intinya, menimba energi baru. Dengan tersedianya energi baru, maka Anda akan lebih mempunyai daya tahan yang kuat menghadapi tekanan yang datang dari masalah-masalah di tempat kerja maupun di rumah.
Ciptakan suasana rileks dalam hati Anda dan berpikirlah positif, agar Anda tidak terlalu tegang dan mudah reaktif terhadap orang lain. Sering-sering bercanda (humor) dengan keluarga dan teman-teman, sangat bermanfaat untuk melepaskan kejenuhan, ketegangan dan kebosanan.
5. Memelihara Dukungan Sosial
Memelihara hubungan baik dengan rekan-rekan di sekeliling Anda serta atasan, sangatlah penting untuk mencegah timbulnya masalah yang tidak perlu. Bahkan, dukungan moril dan emosional dari rekan-rekan dan atasan, dapat membuat Anda lebih bersemangat kerja. Keberadaan mereka, juga dapat berperan dalam membantu Anda saat menghadapi masalah keluarga. Pengertian dan perhatian mereka, membuat Anda merasa lebih nyaman saat Anda harus meninggalkan kantor atau menunda pekerjaan karena masalah-masalah berat dan penting di keluarga. Keberadaan rekan-rekan, akan membantu Anda dalam mendelegasikan beberapa pekerjaan. (jp)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar